Sabtu, 17 April 2010

Bertemu Denganmu


Oleh:Rumaisha Ali



Kita terpisah sangat jauh
sangat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
baru saja turun dan membeku di atas batu
untuk beberapa bulan aku terpaku
dan sinar matahari membangunkanku

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
hidupku sama seperti yang lain
mengalir sesuai cerita
menelusup di antara bebatuan bewarna
di antara daun-daun pepohonan dan rerumputan
kadang bergerak, kadang hanya diam
tapi aku mulai merindukan sesuatu
aku belum tahu itu dirimu

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
lalu kehidupankupun mengalir lagi
kali ini aku pun mendengar tentang dirimu
tanpa tahu bagaimana sosokmu
namun saat itulah:
aku mulai rindu padamu

Kita terpisah sangat jauh
teramat jauh hingga kita tidak bertemu
kau di sana dan aku di sini
tak ada jalan lain yang lebih indah
kecuali mengikuti sungai kehidupan
yang terkadang digelitik rintik hujan
atau dihias pelangi
yang kutahu inilah jalan
agar aku bisa bertemu dirimu

Kita terpisah, namun sekarang kita makin dekat
teramat dekat hingga aku bisa merasakan
pertemuan denganmupun sudah demikian dekat
aku memang belum pernah bertemu dirimu
tapi aku tahu pasti kita akan bertemu
karena pertemuan ini sudah ditentukan
sebelum aku dan kamu mengetahuinya
dirimu
tempatku bermuara
pada akhirnya





(Pantai Logending,Pantai Menganti, Pantai Pasir, Pantai Karangbolong, Pantai suwuk)
:aku tahu, sungai pasti akan bermuara
karena pantai tempat bertemu denganmu:
Laut

Kerendahan Hati


Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air


Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri


-Taufiq Ismail -

Lelaki Pembelah Bulan


Aku jatuh hati padanya
Pada lelaki pembelah bulan
yang berambut ikal bergelombang
dengan alis lembut dan bulu mata yang panjang

Aku benar-benar suka padanya
Pada lelaki pembelah bulan
Yang bermata hitam
dan berkulit putih kemerahan

Aku ingin bertemu dengannya
Dengan lelaki pembelah bulan
Yang wajah tampannya
melebihi rembulan saat purnama

Aku ingin sekali
Duhai lelaki pembelah bulan
Melihatmu mengenakan baju berwarna merah
Yang membuat semua orang jatuh cinta padamu
Dan aku sangat yakin ketika itu
Aku pun akan terlena
Semakin jatuh cinta

Sudikah engkau wahai pujaanku,
Lelaki pembelah bulan
Untuk menatap
Atau paling tidak
menoleh padaku
Di hari kemudian

Karena aku takut kita tidak bisa bertemu
Karena aku tahu engkau akan selalu dikelilingi para kekasihmu
Karena aku tahu aku bukan siapa-siapa
Karena aku tahu tidak akan bisa menggapaimu
Karena aku lemah dan mudah goyah
Ketika berusaha mengejarmu

Lalu akan kemana aku bila tidak di sisimu
...

Duhai Lelaki pembelah bulan
Aku tahu cinta tak hanya cukup bicara
Apalagi hanya dalam hati

Cintaku ini, duhai lelaki pembelah bulan
Kujadikan mahar untuk berdampingan denganmu di sana
Untuk itulah aku hidup di dunia
Berusaha dengan segala kemampuan

Maka duhai cintaku,
Lelaki pembelah bulan
Ijinkan aku jatuh cinta padamu


(Rumaisha Ali) 8 Rabbi’ul Awwal 1431H-22Februari 2010


Aku Ingin Menulis Puisi, Yang

Aku ingin menulis puisi, yang tidak semata-mata berurusan dengan cuaca, warna, cahaya, suara dan mega.

Aku ingin menulis syair untuk kanak-kanak yang melompat-lompat di pekarangan sekolah, yang main gundu dan petak umpet di halaman rumah, yang menangis karena tidak naik kelas tahun ini.

Aku ingin menulis puisi yang membuat orang berumur 55 tahun merasa 25, yang berumur 24 merasa 54 tahun, di mana pun mereka membacanya, bagaimanapun mereka membacanya: duduk atau berdiri.

Aku ingin menulis puisi untuk penjual rokok-kretek, tukang jahit kemeja, penanam lobak dan bawang perai, penambang sampan di sungai, penulis program komputer dan disertasi ilmu bedah, sehingga mereka berhenti sekejap dari kerja mereka dan sempat berkata: hidup ini, lumayan indah.

Aku ingin menulis syair buat pensiunan-pensiunan guru SD, pelamar-pelamar lowongan kerja, para langganan rumah gadai, plonco-plonci negeri dan swasta, pasien-pasien penyakit asma, kencing gula serta penganggur-penganggur sarjana, sehingga bila mereka baca beberapa sajakku, mereka bicara: hidup di Indonesia, mungkin harapan masih ada.

Aku ingin menulis sajak yang penuh proteina, sekedar zat kapur, bele-rang serta vitamina utama, sehingga puisi-puisiku ada sedikit berguna bagi kerja dokter-dokter umum, dokter hewan, insinyur pertanian dan peternakan.

Aku ingin menulis puisi bagi para pensiunan yang pensiunannya dipersulit otorisasinya, tahanan politik dan kriminal, siapa juga yang tersiksa, sehingga mereka ingat bahwa keadilan, tak putus diperjuangkan.

Aku ingin menulis sajak yang bisa membuat orang ingat pada Tuhan di waktu senang, senang yang sedang-sedang atau yang berlebihan.
Barangkali aku tak bisa menulis demikian.Tapi aku kepingin menuliskannya.Tapi ingin.

Aku ingin menulis puisi yang bisa dibidikkan tepat pada tubuh kehidupan, menembus selaput lendir, jaringan lemak, susunan daging, pembuluh darah arteri dan vena, mengetuk tulang dan membenam sumsum, sehingga perubahan fisika dan kimiawi, terjadi.

Aku ingin menulis puisi di buku catatan rapat-rapat Bappenas, pada agenda muktamar mahasiswa, surat-surat cinta muda mudi Indonesia, pada kolom kiri lembaran wesel yang tiap bulan dikirimkan orangtua pada anaknya yang sekolah jauh di kota.

Aku ingin menulis syair pada cetak-biru biru-biro arsitek, pada payung penerjun terkembang di udara, pada iklan-iklan jamu bersalin, pada tajuk rencana koran ibukota dan pada lagu pop anak-anak muda.

Aku ingin menulis sekali lagi puisi mengenang jendral Sudirman yang berparu-paru satu, serta tentang sersan dan prajurit yang terjun malam di Irian Barat kemudian tersangkut di pepohonan raksasa atau terbenam di rawa-rawa malaria.

Aku ingin menulis syair yang mencegah kopral-kopral tak pernah bertempur agar berhenti menempelengi sopir-sopir oplet yang tarikannya payah.

Aku ingin menulis sajak ambisius yang bisa menghentikan perang saudara dan perang tidak saudara, puisi konsep gencatan senjata, puisi yang bisa membatalkan pemilihan umum, menambal birokrasi, menghibur para pengungsi dan menyembuhkan pasien-pasien psikiatri.

Aku ingin menulis seratus pantun buat anak-anak berumur lima dan sepuluh tahun sehingga bila dibacakan buat mereka, maka mereka tertawa dan gigi mereka yang putih dan rata jelas kelihatan.

Aku ingin menulis puisi yang menyebabkan nasi campur dimakan serasa hidangan hotel-hotel mahal dan yang menyebabkan petani-petani membatalkan niat naik haji dengan menggadaikan sawah dan perhiasan emas sang isteri.

Aku ingin menulis puisi tentang merosotnya pendidikan, tentang Nabi Adam, keluarga berencana, sepur Hikari, lembah Anai, Amir Machmud, Piccadily Circus, taman kanak-kanak, Opsus, Raja Idrus, nasi gudeg, kota Samarkand, Raymond Westerling, Laos, Emil Salim, Roxas Boulevard, Dja’far Nur Aidit, modal asing, Checkpoint Charlie, Zainal Zakse, utang $ 3 milyard, pelabuhan Rotterdam, Champ Elysses dan bayi ajaib, semuanya disusun kembali menurut urutan abjad.

Aku ingin menulis puisi yang mencegah kemungkinan pedagang-pedagang Jepang merampoki kayu di rimba dalam Kalimantan, melarang penggali minyak dan penanam modal mancanegara menyuapi penguasa yang lemah iman, dan melarang sogokan uang pada pejabat bea cukai serta pengadilan.

Aku ingin menggubah syair yang menghapuskan dendam anak-anak yatim piatu yang orangtua dan paman bibinya terbunuh pada waktu pemberontakan komunis yang telah silam.

Aku ingin menulis gurindam yang menghapuskan dendam anak-anak yatim piatu yang orangtua dan paman bibinya dibunuh pada waktu pemberontakan komunis yang telah silam.

Barangkali aku tidak sempat menuliskannya semua.
Tapi aku ingin menulis puisi-puisi demikian.
Aku ingin.

.:Taufiq Ismail:.


HUJAN BULAN JUNI


tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(Sapardi Djoko Darmono)